Di Indonesia, situasi ini sudah jelas, terutama pada Pemilu 2019 dan 2024, ketika penyebaran hoaks melalui media sosial dengan cepat merusak opini publik dan mengganggu ketertiban sosial. Oleh karena itu, dalam ranah PR, para profesional tidak hanya perlu menjadi komunikator, tetapi juga sebagai pelindung integritas informasi dan pendidik publik mengenai pentingnya literasi digital.
Metaverse: Area Baru untuk Komunikasi yang Mendalam
Sementara AI berfokus pada pengoptimalan data dan respons otomatis, Metaverse menyediakan peluang untuk komunikasi yang lebih dinamis dan interaktif. Metaverse merupakan dunia virtual 3D di mana pengguna bisa berinteraksi lewat avatar dalam suasana digital yang menyerupai kehidupan nyata. Ini memberikan peluang baru bagi PR untuk menciptakan komunikasi yang lebih mendalam dan berarti.
Contohnya, pada tahun 2023, merek internasional seperti Nike dan Gucci telah mulai meluncurkan kampanye pemasaran serta produk mereka di Metaverse, menawarkan pengalaman unik bagi pengguna untuk mencoba produk secara virtual.
Di Indonesia, beberapa startup teknologi juga mulai mencoba event dan pameran virtual, meskipun masih di tahap awal. Keunggulan Metaverse terletak pada kemampuannya untuk menghapus batasan waktu dan lokasi, sehingga memiliki potensi besar dalam membangun komunitas, menyelenggarakan konferensi, serta menjalankan kegiatan sosial yang lebih interaktif — yang tentunya sangat sesuai dengan tren kerja hibrida dan komunikasi setelah pandemi.
Tantangan Implementasi dan Etika di Metaverse Namun demikian, Metaverse juga menghadapi beberapa masalah. Salah satu masalah utama adalah akses teknologi. Tidak semua orang memiliki perangkat yang cukup atau koneksi internet yang cukup cepat untuk menikmati sensasi ini. Hal ini dapat menyebabkan perbedaan digital menjadi lebih besar dan mengakibatkan isolasi sosial.
Selain itu, privasi dan keamanan data menjadi perhatian utama. Karena interaksi di dunia maya melibatkan pengumpulan data yang sensitif, profesional PR dan organisasi harus memastikan bahwa data dikelola dengan cara yang etis dan sesuai dengan peraturan untuk menghindari pelanggaran privasi atau penyalahgunaan data.
Mengendalikan Perubahan PR: Keseimbangan Teknologi dan Humanisme
Dalam era AI dan Metaverse, praktisi PR harus mengubah cara berpikir dan menguasai keterampilan mereka. Tidak hanya harus pandai berbicara, Anda juga perlu tahu tentang teknologi, analisis data, dan cara membuat pengalaman digital yang menarik. Agar profesi PR tetap relevan, diperlukan pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan.
Di Indonesia, situasi ini sudah jelas, terutama pada Pemilu 2019 dan 2024, ketika penyebaran hoaks melalui media sosial dengan cepat merusak opini publik dan mengganggu ketertiban sosial. Oleh karena itu, dalam ranah PR, para profesional tidak hanya perlu menjadi komunikator, tetapi juga sebagai pelindung integritas informasi dan pendidik publik mengenai pentingnya literasi digital.
Metaverse: Area Baru untuk Komunikasi yang Mendalam
Sementara AI berfokus pada pengoptimalan data dan respons otomatis, Metaverse menyediakan peluang untuk komunikasi yang lebih dinamis dan interaktif. Metaverse merupakan dunia virtual 3D di mana pengguna bisa berinteraksi lewat avatar dalam suasana digital yang menyerupai kehidupan nyata. Ini memberikan peluang baru bagi PR untuk menciptakan komunikasi yang lebih mendalam dan berarti.
Contohnya, pada tahun 2023, merek internasional seperti Nike dan Gucci telah mulai meluncurkan kampanye pemasaran serta produk mereka di Metaverse, menawarkan pengalaman unik bagi pengguna untuk mencoba produk secara virtual.
Di Indonesia, beberapa startup teknologi juga mulai mencoba event dan pameran virtual, meskipun masih di tahap awal. Keunggulan Metaverse terletak pada kemampuannya untuk menghapus batasan waktu dan lokasi, sehingga memiliki potensi besar dalam membangun komunitas, menyelenggarakan konferensi, serta menjalankan kegiatan sosial yang lebih interaktif — yang tentunya sangat sesuai dengan tren kerja hibrida dan komunikasi setelah pandemi.
Tantangan Implementasi dan Etika di Metaverse Namun demikian, Metaverse juga menghadapi beberapa masalah. Salah satu masalah utama adalah akses teknologi. Tidak semua orang memiliki perangkat yang cukup atau koneksi internet yang cukup cepat untuk menikmati sensasi ini. Hal ini dapat menyebabkan perbedaan digital menjadi lebih besar dan mengakibatkan isolasi sosial.
Selain itu, privasi dan keamanan data menjadi perhatian utama. Karena interaksi di dunia maya melibatkan pengumpulan data yang sensitif, profesional PR dan organisasi harus memastikan bahwa data dikelola dengan cara yang etis dan sesuai dengan peraturan untuk menghindari pelanggaran privasi atau penyalahgunaan data.
Mengendalikan Perubahan PR: Keseimbangan Teknologi dan Humanisme
Dalam era AI dan Metaverse, praktisi PR harus mengubah cara berpikir dan menguasai keterampilan mereka. Tidak hanya harus pandai berbicara, Anda juga perlu tahu tentang teknologi, analisis data, dan cara membuat pengalaman digital yang menarik. Agar profesi PR tetap relevan, diperlukan pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan.
Nilai kemanusiaan tidak boleh hilang dalam proses ini. Untuk keberhasilan PR, komunikasi yang tulus, transparan, dan penuh empati tetap menjadi kunci. Teknologi hanyalah alat, bukan pengganti sentuhan manusia yang tulus dan kredibel.
Bersahabat dengan Kemajuan Teknologi: Sikap Terbuka namun Selektif
Untuk memaksimalkan manfaat teknologi, Anda harus tetap terbuka dan beradaptasi. Menolak kemajuan teknologi bukanlah pilihan yang tepat. Menjaga integritas pesan, menggunakan teknologi dengan bijak, dan tetap fokus pada tujuan PR utama—membangun kepercayaan dan hubungan yang kokoh dengan publik adalah penting untuk keberhasilan.
BCA, misalnya, telah berhasil mengintegrasikan chatbot AI ke dalam layanan pelanggannya sambil tetap memberikan akses ke layanan pelanggan manusia untuk mempertahankan komunikasi yang hangat dan personal. Model hybrid ini menunjukkan bagaimana sentuhan manusia dan teknologi dapat berjalan beriringan.
Menatap Masa Depan
Perjalanan PR di era digital penuh dengan dinamika dan kesulitan. AI dan Metaverse bukan hanya teknologi; mereka juga mengubah paradigma komunikasi. Dunia PR Indonesia memiliki potensi besar untuk memanfaatkan teknologi ini untuk membangun komunikasi yang efektif dan bermakna jika mereka kreatif, inovatif, dan jujur.
Untuk tetap menjadi penghubung penting antara organisasi dan masyarakat di masa depan yang semakin digital dan kompleks, Public Relations harus memiliki sikap yang ramah dan terbuka terhadap teknologi serta sikap kritis dan tanggung jawab, akan menjadi modal utama agar Public Relations tetap menjadi penghubung penting antara organisasi dan masyarakat.
Profil Penulis:
Dr. Hilda Yunita Wono, S.I.Kom., M.Med.Kom., CIQaR, CCP
Title/Jabatan:
Dosen Fakultas Ilmu Komunikasi dan Bisnis Media Universitas Ciputra
Email Penulis:
hilda.yunita@ciputra.ac.id
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: